Tarik Ulur Apple dan Kemampuan RI Menangkap Investasi Asing: Sebuah Tantangan dan Peluang

Tarik Ulur Apple dan Kemampuan RI Menangkap Investasi Asing: Sebuah Tantangan dan Peluang

Smallest Font
Largest Font

Harimbale.id - Saat mendekati pergantian tahun 2024 menuju 2025, ada kabar yang sempat mencuri perhatian banyak pihak: komitmen investasi dari Apple Inc., raksasa teknologi asal Amerika Serikat, untuk menanamkan modal sebesar 1 miliar dollar AS (sekitar Rp 15,9 triliun) di Indonesia. Namun, meskipun kabar tersebut sempat menjadi sorotan, realitasnya jauh lebih rumit. Hingga akhir Desember 2024, Apple belum juga mengajukan proposal investasi resmi kepada Kementerian Perindustrian Indonesia.

Kenapa begitu? Apa yang membuat proses negosiasi ini berjalan lambat meski pemerintah Indonesia telah memberikan dukungan penuh? Untuk memahaminya, kita perlu menyelami lebih dalam kebijakan yang diterapkan oleh Indonesia, khususnya yang terkait dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), yang telah menjadi "penghalang" besar bagi perusahaan asing, termasuk Apple.

"Apple belum ajukan proposal investasi di Indonesia, terhambat kebijakan TKDN dan tantangan birokrasi, meski pemerintah menawarkan insentif besar." - harimbale.id

Apa itu Kebijakan TKDN?

Sebagai bagian dari upaya untuk mendongkrak sektor manufaktur Indonesia, pemerintah telah menerapkan kebijakan yang mewajibkan perusahaan-perusahaan asing untuk memenuhi standar TKDN. TKDN ini mengatur seberapa besar komponen produk yang diproduksi di dalam negeri. Jika perusahaan asing ingin menjual produk seperti ponsel atau tablet di Indonesia, produk tersebut harus memenuhi persyaratan TKDN minimal.

Bagi Apple, peraturan ini menjadi kendala utama. Perusahaan yang sudah memiliki pusat inovasi di Indonesia, melalui Apple Academy di beberapa kota, harus memenuhi standar TKDN ini agar bisa menjual produk seperti iPhone 16 yang saat ini belum bisa dijual di Indonesia. Padahal, Apple sudah menyatakan komitmen untuk meningkatkan investasinya, dan Kementerian Perindustrian bahkan sudah mengundang mereka untuk berunding lebih lanjut.

Namun, meskipun pemerintah sudah mendorong Apple untuk menaikkan tawaran investasi mereka, yang semula hanya 10 juta dollar AS menjadi 1 miliar dollar AS, hingga akhir Desember 2024, proposal resmi dari Apple masih belum diterima. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita bahkan mengungkapkan, mereka belum mendapat kabar atau tanggapan terkait undangan untuk berdiskusi lebih lanjut.

Harapan dan Tantangan di Sektor Manufaktur

Pemerintah Indonesia tentu berharap banyak pada investasi Apple ini. Mereka ingin membuka pabrik-pabrik manufaktur yang dapat menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Tak hanya itu, dengan hadirnya Apple di Indonesia, rantai pasok komponen untuk produk Apple seperti iPhone, MacBook, dan iPad juga diharapkan bisa berkembang di Tanah Air. Ini bisa menjadi dorongan penting bagi sektor manufaktur yang kini sedang mengalami penurunan.

Faktanya, sektor manufaktur Indonesia mengalami kontraksi yang cukup signifikan sepanjang 2024. PMI (Purchasing Managers' Index) Manufaktur Indonesia berada dalam zona kontraksi, dengan angka terakhir per November 2024 tercatat di 49,6. Ini menunjukkan bahwa permintaan pasar yang rendah menyebabkan penurunan produksi dan mengurangi kegiatan ekonomi. Beberapa sektor, seperti tekstil dan alas kaki, juga harus menghadapi kenyataan pahit dengan tutupnya pabrik dan PHK massal.

Dengan kondisi seperti ini, kehadiran Apple dianggap sebagai penyelamat yang bisa mendorong ekonomi Indonesia, khususnya di sektor manufaktur. Namun, ketatnya regulasi terkait TKDN bisa menjadi pedang bermata dua.

Kebijakan Proteksionis: Solusi atau Masalah?

Indonesia memang ingin melindungi industri dalam negeri dengan kebijakan TKDN. Namun, kebijakan ini juga membawa dampak negatif, terutama bagi investasi asing. Menurut sejumlah analis, kebijakan TKDN yang ketat bisa menjadi penghalang bagi perusahaan asing untuk berinvestasi dalam jangka panjang di Indonesia.

Krisna Gupta, seorang peneliti senior di Center for Indonesian Policy Studies, menyebutkan bahwa regulasi yang ketat ini dapat membuat negara-negara tetangga, seperti Vietnam dan Thailand, lebih menarik bagi investor asing. Negara-negara tersebut menawarkan berbagai insentif yang lebih menguntungkan, seperti kemudahan dalam memperoleh bahan baku dan pengurangan pajak, yang menjadi daya tarik utama bagi perusahaan global seperti Apple.

Vietnam, misalnya, mampu menarik investasi sebesar 15 miliar dollar AS dari Apple. Meski pasar domestiknya lebih kecil dibandingkan Indonesia, kebijakan yang lebih ramah bagi investor membuat Vietnam lebih unggul. Apple berinvestasi besar di sana untuk memproduksi produk yang akan diekspor, sementara Indonesia justru menghadapi tantangan regulasi yang menghambat proses tersebut.

Potensi Hambatan: Birokrasi dan Infrastruktur

Selain kebijakan TKDN, ada sejumlah masalah lain yang juga menjadi penghalang bagi kelancaran investasi asing di Indonesia. Isu birokrasi yang rumit, ketidakpastian hukum, serta tingginya biaya ICOR (Incremental Capital Output Ratio) turut menyumbang pada sulitnya menarik investasi dalam jumlah besar. Ditambah lagi, Indonesia juga menghadapi masalah terkait tenaga kerja yang kurang produktif dan infrastruktur yang belum sepenuhnya memadai untuk mendukung teknologi tinggi.

Berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh Kamar Dagang AS pada November 2024, ada kesenjangan besar antara tuntutan pemerintah Indonesia terhadap produksi lokal dan kesiapan infrastruktur untuk mendukung standar teknologi tinggi. Hal ini berpotensi menyebabkan penurunan kualitas produk yang dihasilkan karena perusahaan asing terpaksa membeli bahan yang lebih mahal atau kualitasnya lebih rendah dari pemasok lokal.

Apa yang Harus Diperbaiki?

Melihat kondisi ini, Indonesia perlu segera memperbaiki beberapa faktor penghambat investasi agar bisa bersaing dengan negara-negara tetangga yang lebih ramah bagi investor. Mulai dari penyederhanaan birokrasi, kepastian hukum yang lebih baik, serta dukungan infrastruktur yang lebih memadai untuk mendukung investasi dalam sektor teknologi tinggi. Jika hal ini tidak dilakukan, Indonesia berisiko tertinggal dalam persaingan untuk menarik investasi asing.

Meskipun realisasi investasi asing (PMA) Indonesia tercatat cukup baik sepanjang 2024, dengan angka investasi yang meningkat 15,24 persen dibandingkan tahun sebelumnya, namun jika faktor penghambat ini tidak segera dibenahi, pertumbuhan investasi di tahun depan bisa terhambat. Apalagi, persaingan antarnegara dalam menarik investasi semakin ketat.

Mengelola Kebijakan dengan Bijak

Keberhasilan Indonesia dalam menarik investasi asing sangat bergantung pada bagaimana pemerintah mengelola kebijakan yang ada. Kebijakan proteksionis yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dalam negeri memang penting, tetapi jika diterapkan secara kaku, kebijakan tersebut bisa berbalik merugikan. Indonesia perlu menyeimbangkan antara melindungi kepentingan dalam negeri dan menciptakan iklim investasi yang ramah bagi perusahaan asing.

Jika Indonesia mampu mengatasi tantangan ini dengan bijak, bukan tidak mungkin, Apple dan perusahaan-perusahaan besar lainnya akan melihat Indonesia sebagai destinasi investasi yang lebih menarik. Sebagai negara dengan pasar terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat produksi global bagi teknologi tinggi. Namun, untuk itu, Indonesia harus mampu memperbaiki iklim investasi dan memberikan insentif yang lebih menarik bagi investor. Jika tidak, negara-negara tetangga akan terus menjadi pilihan utama bagi perusahaan-perusahaan besar yang ingin memperluas bisnis mereka di Asia.-TG

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow